Selasa, 22 Juli 2014

MUHIBAH YANG TERLUPAKAN




Peristiwa pendaratan Laksamana Cheng Ho dalam beberapa kali lawatannya ke beberapa wilayah Nusantara sangat dimungkinkan menjadi benih bagi pendirian Kesultanan Islam pertama di pulau Jawa, yaitu: Kesultanan Demak Bintara. Meskipun dalam catatan sejarah tidak ada yang secara pasti mengkaitkannya, namun jika ditarik benang merah antara lawatan Cheng Ho ke beberapa wilayah Nusantara, khususnya pulau Jawa, dengan pendirian Kesultanan Demak sangat jelas sekali keduanya memiliki keterkaitan erat, yaitu antara misi yang dibawa Cheng Ho dengan perkembangan Islam di tanah Jawa. Oleh karena itu, jejak-jejak lawatan muhibah Dinasti Ming keliling dunia yang dipimpin Laksamana Besar Cheng Ho layak untuk dikaji terlebih dahulu dalam menelusuri jejak-jejak keberadaan dan kejayaan Kesultanan Demak Bintara.
Pelayaran kelililing dunia yang dilakukan Laksamana Cheng Ho sejak tahun 1405-1433 hampir saja menjadi sebuah misteri bahkan sempat terlupakan dalam catatan sejarah kemaritiman dunia. Kehebatan Cheng Ho memimpin armada besar laut yang dimiliki Kaisar Cheng Zhu (1403-1424) dari Dinasti Ming hampir saja terkubur kisahnya oleh keberhasilan ekspedisi yang dilakukan oleh pelaut-pelaut Eropa. Meskipun kehebatan orang-orang Eropa dalam mengarungi samudra kegelapan belumlah seberapa jika dibandingkan dengan keberhasilan Cheng Ho dalam ekspedisinya mengelilingi dunia. Tulisan ini bukan bermaksud ingin membesar-besarkan nama Cheng Ho dalam mengemban misinya karena masih memiliki pertalian darah dengan kebanyakan keturunan orang-orang Indonesia atau bukan pula memuliakan namanya karena kebetulan sekeyakinan denganya, tapi memang kehebatan nama Cheng Ho layak untuk diapresiasikan keberhasilannya dibidang kemaritiman sebagai pelaut tangguh yang pernah ada.
Tercatat dalam sejarah kemaritiman dunia, pelayaran Cheng Ho merupakan ekspedisi terhebat yang pernah ada dalam catatan sejarah umat manusia. Mengalahkan kehebatan pelayaran yang dilakukan Christopher Columbus yang diutus Ratu Isabella dari Spanyol pada tahun 1492, maupun kehebatan Vasco da Gama pelaut tangguh berkebangsaan Portugis yang berhasil membuka jalur perdagangan baru dari Eropa menuju Malabar (India) melalui Tanjung Harapan pada tahun 1497-1499. Namun demikian kehebatan nama Cheng Ho dalam menahkodai armada besar laut Dinasti Ming tidak banyak yang mengetahuinya, bahkan mungkin bisa tamat riwayatnya jikalau para sejarahwan muslim tidak menaruh perhatian besar untuk menghidupkannya lagi dalam berbagai seminar dan kajian ilmiah.
Berita tentang kehebatan armada laut Dinasti Ming pada awal abad ke-15 yang dinahkodai seorang mantan kepala kasim intern bernama asli Ma Ho, dapat dijumpai dalam tulisan Sterling Seagrave. Sterling Seagrave dalam bukunya menceritakan bahwa telah tersiar kabar berita pada Juli 1405, sebuah armada besar telah bersiap melakukan pelayaran. Kebanyakan merupakan kapal dagang bersenjata yang dipaksa ikut oleh komando istana. Terkecil adalah kapal-kapal bertiang tunggal dengan panjang sekitar 20 meter berperan sebagai taksi air. Kapal-kapal perangnya, yang mampu melaju cepat dan lincah, berukuran sedang, kira-kira sepanjang 60 meter dan lebar 22 meter. Sedangkan yang besar dalam armada Cheng Ho adalah kapal-kapal perbekalan sepanjang 100 meter dan lebar 50 meter, dan yang paling besar, disebut jung, bisa mencapai 140 meter dan lebarnya 60 meter. Awak yang menumpang dalam armada Cheng Ho sebanyak 27.870 orang, berada di atas 317 kapal yang setiap lambungnya dilapisi campuran kapur dan minyak beracun berasal dari biji sryandra cordifolia yang berguna untuk melindungi kayunya dari serangan rayap, kapal-kapal tersebut berlayar berbarengan. Kapal-kapal yang ikut dalam pelayaran Cheng Ho semuanya diberi nama, agar mudah untuk membedakan antara kapal satu dengan yang lainnya, ada kapal yang diberi nama: Harmoni Murni, Tenang Indah, Tenteram Abadi, Silang Damai, dan Tahan Murni, sementara kapal yang ditumpangi Cheng Ho sendiri diberi nama Rakit Kejora.
Rute pelayarannya diawali dari Teluk Naga, berangkat pada musim semi, berlayar jauh menyusuri wilayah Yangtze dekat daerah yang kini bernama Shanghai Cina, perlu waktu delapan hari untuk sampai di pelabuhan Taiping, yaitu: salah satu pelabuhan kapal dagang terbesar di Negara Cina. Di Taiping armada Cheng Ho menunggu sampai datangnya angin musim mulai, yaitu: di bulan Desember, ketika angin musim mulai armada kemudian bergerak melanjutkan perjalanannya menuju selatan ke Qui Nhon di Champa, menerobos daerah Vietnam seterunya, lalu singgah ke Jawa dan tinggal selama empat bulan lamanya sambil menunggu datangnya angin timur. Demikian catatan Sterling Seagrave dalam menggambarkan kehebatan pelayaran Cheng Ho mengarungi samudra.
Kabar yang disampaikan Sterling Seagrave sebagaimana catatan di atas, setidaknya dapat memberitakan kehebatan armada Cheng Ho dalam mengarungi samudra, jauh di atas keperkasaan Columbus yang hanya membawa tiga kapal dalam menemukan daratan Amerika. Bahkan melewati ketangguhan Vasco da Gama yang diutus Raja Manuel I dari Portugal dalam mencari jalur baru pelayaran ke Malabar (India) yang hanya membawa 170 kelasi dan empat kapal.
Namun demikian catatan Sterling Seagrave sedikit terdapat perbedaan dengan apa yang disampaikan Ma Huan, yaitu: tentang rute persinggahan pertama pelayaran Cheng Ho ke wilayah-wilayah Nusantara. Ma Huan memberitakan bahwa muhibah Cheng Ho ke wilayah Nusantara kali pertama dilakukannya pada tahun 1405-1407. Pada lawatanya ini, tepatnya pada 11 Juli 1405, Cheng Ho berangkat dari Nanking ditemani oleh seorang teman setianya bernama Ching Huang, dan wilayah yang pertama kali dikunjunginya adalah San-Fo-Tsi (Sriwijaya/Palembang). Tujuan utama pelayaran Cheng Ho adalah menumpas perampok Tiongkok Hokkian pimpinan Chen Tsu I yang sangat meresahkan dikalangan pedagang Palembang. Demikian berita yang disampaikan Ma Huan, yang ikut serta sebanyak tiga kali dalam tujuh kali pelayaran Cheng Ho ke wilayah-wilayah Nusantara, dalam tulisannya: “Ying-yai Sheng-Lan: The Overall Survey of the Ocean’s Shores 1433. Meskipun berita yang disampaikan Ma Huan sendiri juga masih diperdebatkan kebenarannya oleh para sejarahwan. Perdebatan kebenaran catatan Ma Huan mengenai persinggahan pertama pelayaran Cheng Ho ke wilayah Nusantara, karena Ma Huan sendiri baru mengikuti pelayaran Cheng Ho mengelilingi dunia yang keempat. Sebagaimana yang ditulis Tan Ta Sen, Ma Huan baru mengikuti pelayaran yang keempat Cheng Ho ke Malaka pada tahun 1413 dan bertugas sebagai penterjemah. Begitu juga dalam catatan Victor Purcell, Cheng Ho baru membawa seorang Cina Muslim bernama Ma Huan dalam pelayarannya sebagai seorang penterjemah pada tahun 1413, yaitu: pada pelayaran keempat Cheng Ho. Sehingga dapat dimungkinkan berita yang disampaikan Ma Huan mengenai wilayah Nusantara yang pertama kali disinggahi Cheng Ho keliru, bukannya Palembang melainkan Jawa. Namun juga tidak tertutup kemungkinan apa yang ditulis Ma Huan memang benar demikian adanya.
Perbedaan catatan Sterling Seagrave dengan Ma Huan dalam memberitakan wilayah Nusantara yang pertama kali di singgahi Cheng Ho tidaklah begitu menarik untuk dibahas lebih lanjut, yang jelas jejak-jejak Cheng Ho baik pada pelayaran pertama sampai ketujuh yang hampir dilakukan selama 28 tahun (1405-1407, 1407-1409, 1409-1411, 1413-1415, 1417-1419, 1421-1422, 1431-1433), telah sampai dan singgah ke beberapa wilayah Nusantara, seperti: Jawa, Palembang, Pasai (Aceh), Lamuri (Lambri), Nakur (Batak), Lide, Aru, Tamiang, Pulau Bias, Pulau Lingga, Kalimantan Pulau Gelam, Pulau Karimata, Pulau Balitan, dan pulau-pulau lain di Indonesia. Lebih rincinya mengenai wilayah-wilayah yang disinggahi Cheng Ho dapat ditemukan dalam catatan Kong Yuanzhi berikut: Pertama (1405-1407), Champa, Melaka, Jawa, Samudra Pasai, Lambri (Banda Aceh), dan Palembang; Kedua (1407-1409), Champa, Melaka, Siam, Kalimantan, Jawa, dan Lambri; Ketiga (1409-1411), Champa, Melaka, Jawa, Samudra Pasai, dan Lambri; Keempat (1413-1415) Champa, Melaka, Pahang, Kelantan, Jawa, Palembang, Nakur, Lambri, dan Aru; Kelima (1417-1419), Champa, Melaka, Sulu, Pahang, Jawa, Palembang, Samudra Pasai, dan Lambri; Keenam (1421-1422), Champa, Siam, Melaka, Samudra Pasai, Lambri, dan Aru; dan Ketujuh (1431-1433) Champa, Melaka, Siam, Jawa, Palembang, Samudra Pasai, Lide, Nakur, Aru, dan Lambri.
Jika dilihat dari daerah yang banyak disinggahi pelayaran Cheng Ho, sebagaimana keterangan Kong Yuanzhi di atas selalu meninggalkan jejak historis yang sangat mengagumkan dan bernilai eksotis yang tinggi, dan yang lebih unik lagi, seperti yang terdapat di pulau Jawa. Pulau Jawa adalah wilayah yang paling sering disinggahi pelayaran Cheng Ho, enam dari tujuh kali pelayarannya Cheng Ho selalu singgah di wilayah ini, sehingga tidak mustahil jika di pulau Jawa banyak ditemukan prasasti-prasasti bersejarah peninggalan Cheng Ho yang sampai sekarang masih terawat dengan baik, seperti klenteng Sam Po Kong yang dapat ditemukan di daerah Semarang, Surabaya, Cirebon dan Ancol. Kebanyakan dari prasasti-prasasti peninggalan Cheng Ho tersebut merupakan tempat-tempat ibadah.
Banyaknya prasasti peninggalan Cheng Ho di wilayah Nusantara yang berupa tempat ibadah menunjukan bahwa misi pelayarannya tidak sekedar bermuatan politik dan ekonomi belaka, tetapi menyimpan agenda tersebunyi berupa Islamisasi wilayah Nusantara. Hal ini juga dibuktikan dengan penempatan para konsul dan duta keliling Muslim Tiongkok di setiap daerah yang dikunjunginya. Kemungkinan besar sebagian Tiongkok Islam yang turut serta dalam rombongan Cheng Ho ini kemudian enggan pulang kembali ke negerinya, menetap dan berbaur dengan pendudukan pribumi. Baik karena alasan pengembangan bisnis di daerah baru yang dinilai lebih menjanjikan atau faktor kenyamanan politik, maupun alasan dorongan keagamaan untuk menyebarkan syi’ar Islam dengan jalan dakwah.

Demak, 25 Ramandhan 2014